Polisi Pastikan Pegawai BI Bunuh Diri: Jabatan Asisten Manajer

Polisi Jakarta — Kepolisian akhirnya memastikan bahwa kematian seorang pegawai Bank Indonesia (BI) yang ditemukan tewas beberapa hari lalu merupakan tindakan bunuh diri. Pegawai yang diketahui menjabat sebagai Asisten Manajer itu ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa di sebuah apartemen di kawasan Jakarta Pusat. Hasil investigasi dan olah tempat kejadian perkara (TKP) menguatkan dugaan bahwa tidak ada unsur tindak pidana dalam insiden ini.

Kronologi Penemuan Jenazah

Jenazah korban pertama kali ditemukan pada Minggu pagi oleh petugas keamanan apartemen yang menerima laporan dari tetangga sekitar. Tetangga mencium aroma tak sedap dari unit korban dan merasa curiga karena korban tidak terlihat selama beberapa hari. Setelah petugas keamanan bersama pengelola gedung membuka pintu dengan bantuan cadangan kunci, mereka menemukan tubuh korban sudah dalam kondisi membusuk.

Pihak kepolisian yang datang ke lokasi langsung melakukan olah TKP dan membawa jenazah ke rumah sakit untuk keperluan autopsi. Tidak ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan fisik atau kerusakan pada pintu maupun jendela apartemen yang dapat mengarah pada dugaan pembunuhan.

Hasil Autopsi dan Investigasi

Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol. Budi Santoso, dalam konferensi pers pada Senin (26/5), menjelaskan bahwa hasil autopsi menunjukkan korban meninggal akibat konsumsi obat dalam jumlah besar yang mengganggu sistem pernapasan.

“Hasil autopsi menyatakan bahwa penyebab kematian adalah overdosis zat kimia yang tergolong sebagai depresan sistem saraf pusat. Ini memperkuat dugaan bunuh diri,” ujar Budi.

Polisi juga menemukan catatan tulisan tangan yang ditinggalkan korban. Dalam surat tersebut, korban mengungkapkan tekanan mental dan kelelahan emosional yang telah dirasakannya dalam beberapa bulan terakhir. “Kami menyimpulkan dari bukti dan hasil laboratorium forensik bahwa korban meninggal karena bunuh diri,” tambahnya.

Identitas dan Latar Belakang Korban

Korban diketahui berinisial RPA, pria berusia 31 tahun, dan bekerja di Bank Indonesia sejak tahun 2017. Ia menjabat sebagai Asisten Manajer di salah satu divisi operasional. Berdasarkan informasi dari rekan kerja dan pihak keluarga, RPA dikenal sebagai pribadi tertutup dan jarang membicarakan masalah pribadi.

“Dia tipe orang yang tidak suka mengeluh. Tapi belakangan kami perhatikan dia lebih sering lembur dan terlihat sangat kelelahan,” ujar salah satu rekan kerja yang enggan disebutkan namanya.

Pihak Bank Indonesia dalam pernyataan resminya menyampaikan duka cita yang mendalam atas kejadian tersebut. BI juga menegaskan bahwa mereka akan memberikan dukungan penuh kepada keluarga korban dan bekerja sama dengan pihak berwenang dalam proses penyelidikan.

Tekanan Mental di Dunia Kerja

Kematian RPA kembali membuka diskusi publik mengenai tekanan mental di dunia kerja, terutama di kalangan profesional muda yang berada dalam jenjang karier menengah. Posisi Asisten Manajer di lembaga sekelas Bank Indonesia dikenal sebagai jabatan dengan tanggung jawab tinggi dan tuntutan kinerja yang besar.

Psikolog klinis dari Universitas Indonesia, dr. Sylvia Ratnasari, menuturkan bahwa beban kerja, ketidakpastian masa depan, dan tekanan untuk tampil sempurna seringkali menjadi beban psikologis yang tidak terlihat. “Banyak pekerja muda yang merasa malu atau takut dianggap lemah bila mengakui sedang mengalami gangguan mental,” kata Sylvia.

Ia menambahkan bahwa institusi besar harus lebih aktif menciptakan sistem dukungan mental yang lebih kuat bagi karyawannya. “Program kesehatan mental, konseling rutin, dan budaya organisasi yang terbuka terhadap masalah psikologis sangat penting saat ini,” ujarnya.

Polisi

Upaya Preventif dan Peran Institusi

Pihak Bank Indonesia menyatakan telah memiliki unit layanan kesehatan mental karyawan, termasuk layanan konseling internal dan kerja sama dengan psikolog profesional. Namun, kasus ini memunculkan pertanyaan mengenai efektivitas program tersebut dalam menjangkau seluruh lapisan karyawan.

“Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi kami semua. Kami akan melakukan evaluasi terhadap sistem dukungan internal agar dapat lebih responsif terhadap kebutuhan karyawan,” ujar perwakilan BI dalam keterangan tertulisnya.

Beberapa pakar menyarankan agar perusahaan besar seperti BI menambahkan indikator kesejahteraan psikologis dalam evaluasi kerja, bukan hanya produktivitas atau pencapaian target.

Ajakan untuk Lebih Peduli

Kematian tragis yang menimpa RPA menjadi pengingat bahwa masalah mental bukanlah hal yang sepele. Masyarakat diimbau untuk lebih peka terhadap tanda-tanda kelelahan mental di sekitar mereka, baik dalam lingkungan kerja maupun pergaulan sehari-hari.

“Kalau temanmu mulai menarik diri, sering mengeluh tentang hidup, atau tiba-tiba menghilang, jangan anggap remeh. Kadang mereka butuh seseorang untuk sekadar mendengarkan,” ujar dr. Sylvia.

Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami tekanan psikologis atau memiliki pikiran untuk menyakiti diri sendiri, segera cari bantuan profesional. Banyak lembaga dan layanan konseling yang dapat diakses secara anonim dan gratis.

Penutup

Polisi telah menutup penyelidikan setelah memastikan bahwa tidak ada unsur kriminal dalam kasus kematian RPA. Namun, pertanyaan yang lebih besar masih menggantung: sudah sejauh mana institusi kita memahami dan mengelola kesehatan mental di tempat kerja?

Tragedi ini seharusnya tidak menjadi angka statistik semata. Di baliknya ada kisah tentang beban yang tak terlihat, dan mungkin juga jeritan yang tak terdengar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *